Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 11 Maret 2011

12 Maret - Yes 58: 9b-14; Luk 5:27-32

"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit"
(Yes 58: 9b-14; Luk 5:27-32)

"Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk 5:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Semakin pandai, suci, berpengalaman dst.. pada umumnya orang semakin rendah hati, semakin menyadari dan menghayati diri sebagai yang lemah, rapuh dan terbatas. Sebagai contoh: dosen matematika di perguruan tinggi tidak bersedia mengajar biologi, dokter ahli bedah mulut tidak berani operasi lambung, dst…, karena merasa diri tidak menguasai. Semakian mengetahui banyak semakin banyak pula yang tak diketahui, itulah kebenaran pengalaman sejati. "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat", demikian sabda Yesus. Sabda ini kiranya dengan mudah kita fahami dan hayati jika kita rendah hati, membuka diri terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan, seraya menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh dan dengan demikian senantiasa siap sedia menerima bantuan dari siapapun. Marilah kita sadari dan hayati kedosaan dan  kesakitan  kita, dan kemudian dengan rendah hati mohon kasih pengampunan dan penyembuhan dari Allah melalui doa maupun saudara-saudari kita. Kita semua diharapkan memiliki dan menghayati semangat tobat atau belajar terus menerus sepanjang hayat. Sebaliknya kepada mereka yang bersikap mental seperti orang Farisi dan ahli Taurat, yaitu bersungut-sungut atau menggerutu ketika ada orang berdosa diampuni, kami harapkan bertobat alias merubah diri sendiri. Marilah kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah yang kita terima melaui sekian banyak orang yang telah  berbuat baik kepada kita, sehingga kita senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati.

•    "Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan" (Yes 58:9-58). Yesaya mengingatkan kita semua untuk tidak dengan mudah menyalahkan atau mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, melainkan 'memuaskan hati orang yang tertindas'. Menyalahkan atau mencari kesalahan dan kekurangan orang lain merupakan bentuk penindasan yang halus. "Duduk di kursi tinggi sambil menggoyangkan kaki memang enak dan nikmat, namun kasihan mereka yang kena sepakan goyangan   kaki', demikian kata sebuah pepatah. Para petinggi atau atasan sering berusaha menunjukkan kewibawaannya dengan menunjukkan kesalahan dan kekurangan bawahan atau anggotanya. Semakin menunjuk kesalahan dan kekurangan orang lain, maka pada giliran berikutnya pada umumnya semakin hebat menunjuk kesalahan dan kekurangan orang lain. Orang yang bersikap mental demikian pasti akan mengalami kekeringan atau frustrasi, serba tidak puas. Kita semua mendambakan kepuasan hati dalam cara hidup dan cara bertindak kita, maka baiklah kami ajak memuaskan hati orang tertindas. Maka baiklah dengan rendah hati kita dekati dan sapa saudara-saudari kita yang tertindas untuk memperoleh apa yang mereka dambakan, dan kemudian dengan jiwa besar dan hati rela berkorban kita tanggapi dambaan hati mereka. Semoga pepatah "jatuh tertimpa tangga" tidak menjadi kenyataan dalam diri saudara-saudari kita yang tertindas: hidup miskin, berkekurangan serta tertindas selalu dilecehkan  dan diolok-olok atau bahkan digusur dari tempat mereka berteduh dengan kekerasan.

"Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi, selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu. Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari. Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku." (Mzm 86:1-4)



Jakarta, 12 Maret 2011





Kamis, 10 Maret 2011

11 Maret - Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15

"Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa"

(Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15)

 

"Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika sedang berada di dalam pesta perkawinan atau pernikahan kiranya tak ada seorangpun yang berpuasa dan pada umumnya semuanya dalam keadaan bahagia dan ceria, mempesona dan menarik, meskipun ada yang pura-pura atau sandiwara. Kebersamaan dengan sang mempelai memaksa orang untuk ceria, gembira, mempesona dan menarik, namun ketika tidak bersama mempelai ada kemungkinan murung, uring-uringan dan menjengkelkan. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua bahwa jika kita tidak hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan alias tidak baik dan tidak bermoral alias berdosa, diharapkan berpuasa atau matiraga. Hari ini kebetulan hari Jum'at, hari berpantang dan mungkin juga ada yang menjadikannya hari berpuasa juga; dan pada hari ini saudara-saudari kita umat Muslim beribadat di masjid, langgar, surau atau kantor-kantor. Maka baiklah kita mawas diri apakah saya hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan, jika tidak marilah kita berpuasa atau matiraga. Matiraga secara harafiah berarti mematikan kerinduan atau dambaan raga, seperti nafsu makan dan minum, berbicara menurut selera pribadi, nafsu seks dst.. Bermatiraga atau berpantang berarti tidak menuruti dambaan atau nafsu tersebut atau mengendalikannya sehingga perwujudannya semakin mendekatkan kita dengan Tuhan dan sesama manusia alias semakin suci, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Suara 'Allahu akbar', Allah yang Mahabesar, kiranya kita dengar hari ini dari masjid, surau atau langgar dst..; semoga suara tersebut mendorong dan memotivasi kita akan kehadiran dan karya Allah dalam ciptaan-ciptaanNya, sehingga kita semakin melayani dan membahagiakan ciptaan-ciptaan Allah, terutama dan pertama-tama manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah.

·   "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri" (Yes 59:6-7), demikian firman Allah melalui nabi Yesaya. Berpuasa atau lakutapa secara negatif berarti 'membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk', sedangkan secara positif berarti 'memecah-mecah roti bagi orang lapar dan membawa ke rumah orang miskin yang tidak punya rumah dan memberi pakaian kepada orang telanjang'  alias memperhatikan dan mengasihi mereka yang miskin dan berkekurangan. Maka pertama-tama marilah kita buka aneka macam tali kuk atau nafsu yang tak teratur yang mengganggu cara hidup dan cara bertindak baik, dengan kata lain marilah kita musnahkan aneka macam harta benda, impian, harapan, dambaan, kata-kata dan perilaku yang menjauhkan kita dari Tuhan. Meningkatkan dan memperdalam keutamaan-keutamaan di masa Prapaskah juga penting, antara lain memperhatikan dan mengasihi mereka yang miskin dan berkekurangan. Pada masa Prapaskah juga diselenggarakan 'Aksi Puasa Pembangunan' (APP), entah berupa pengumpulan dana atau uang atau kegiatan membangun hidup bersama atau lingkungan hidup, sehingga kebersamaan hidup semakin enak, damai, mempesona dan menarik. Baiklah kita berpartisipasi dalam kegiatan APP di lingkungan atau wilayah atau paroki kita masing-masing. Marilah kita perhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup atau kerja kita masing-masing; marilah menunduk alias 'melihat ke bawah', memperhatikan mereka yang kurang beruntung dan hidup seperti kita. Masa Prapaskah juga merupakan masa untuk memperdalam dan meningkatkan kepedulian kita terhadap yang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku " (Mzm 51:3-5)

 

Jakarta, 11 Maret 2011




Rabu, 09 Maret 2011

10 Maret - Ul 30: 15-20; Luk 9:22-25

"Ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku."
(Ul 30: 15-20; Luk 9:22-25)

"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri"(Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Cukup banyak orang cara hidup dan cara bertindaknya hanya mengikuti keinginan dan kemauan pribadi atau mengikuti selera pribadi, seenaknya sendiri, sehingga hidup bersama kacau balau, terjadi pertengkaran yang mengarah ke permusuhan atau perceraian (bagi suami-isteri). Para pekerja atau pelajar/mahasiswa juga bekerja atau belajar seenaknya sendiri: bekerja kalau diawasi atasan, belajar hanya menjelang ulangan umum atau ujian. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk "menyangkal diri dan memikul salibnya setiap hari", artinya kita dipanggil untuk setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing  antara lain mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan. Sebagai suami-isteri marilah kita taati janji perkawinan sampai mati, sebagai imam dan bruder serta suster marilah kita taati janji imamat atau kaul, sedangkan sebagai yang telah dibaptis marilah kita taati janji baptis. Kepada para pekerja atau pelajar dan mahasiswa kami harapkan setiap hari bekerja atau belajar secara efektif dan efisien selama kurang lebih 8(delapan) jam. Di tempat kerja atau sekolah telah ditentukan jam kerja dan jam belajar, dan hemat saya masih harus ditambah di rumah, antara lain dengan mempersiapkan pekerjaan atau pelajaran yang akan datang atau mengulangi/memperdalam apa yang telah dikerjakan atau dipelajari. Marilah kita arahkan gairah, tenaga dan waktu kita untuk tugas bekerja atau belajar, sehingga kelak terampil bekerja atau belajar.Hendaknya keselamatan jiwa menjadi tolok ukur keberhasilan hidup, panggilan dan tugas pengutusan, pertama-tama  jiwa kita sendiri dan kemudian jiwa mereka yang kena dampak penghayatan hidup, panggilan serta pelaksanaan tugas pengutusan kita.
•    "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya."(Ul 30:15-16). Kita semua pasti lebih memilih kehidupan dan keberuntungan daripada kematian dan kecelakaan, maka marilah kita senantiasa `berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan'  yang antara lain diusahakan diterjemahkan kedalam anaka macam tata tertib, perarutan, kebijakan, perundangan dst., agar kita dapat mengusahakan dan memperoleh kehidupan dan keberuntungan dalam hidup dan kerja bersama kita dimanapun dan kapanpun. Pertama-tama saya angkat tata tertib berlalu-lintas, mengingat bahwa ketertiban di jalanan merupakan cermin kepribadian bangsa. Kecelakaan dan kematian setiap hari terjadi di jalanan akibat ketidak tertiban para pengendara/sopir atau pengguna jalan atau perawatan kendaraan. Setiap kendaraaan baru senantiasa ada aturan pakai dan perawatan, maka hendaknya  buku panduan tersebut diperhatikan dan tidak disimpan saja. Aneka macam rambu-rambu berlalu lintas terpasang dengan jelas di jalanan, maka marilah kita taati dan laksanakan. Memang untuk itu semua pertama-tama kita juga harus dapat mengatur diri sendiri, karena jika kita tidak dapat mengatur diri sendiri maka tak mungkin kita taat pada peraturan atau tata tertib lainnya. Marilah kita tertib dalam hal makan dan minum, istirahat, olah raga, beribadat dan berdoa. Masa Prapaskah juga merupakan masa untuk meningkatkan dan memperdalam maupun menertibkan hidup doa dan beribadat kita masing-masing. Kami berharap anak-anak dididik dan dibina dalam hal hidup doa dan beribadat yang baik dan benar, dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua masing-masing.

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mzm 1:1-3)
Jakarta, 10 Maret 2011




Selasa, 08 Maret 2011

9 Maret - Rabu Abu: Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik"

Rabu Abu: Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18

 

"Kebiasaan Gereja perdana diteruskan dalam Gereja kuno pada zaman para Bapa Gereja. Pada masa itu dikembangkan suatu upacara khusus, baik untuk mengucilkan seseorang maupun untuk menerima-nya kembali di kalangan Gereja. Orang yang memberi sandungan karena perbuatan jahat (membunuh, merampok, zinah, dan murtad), bila mengaku dosanya di hadapan uskup, ditempatkan di kalangan orang yang menjalankan laku tapa. Mereka mempunyai tempat khusus di gedung gereja (atau di mukanya), mempunyai pakaian khusus dan diwajibkan berpuasa, berdoa, dan memberi sedekah. Mereka tidak boleh ikut serta dengan perayaan Ekaristi, dan diperlakukan sebagai 'katekumen', yakni orang yang belum dibaptis dan belum menjadi anggota Gereja. Setelah selesai masa tobat, yang ditetapkan oleh uskup, mereka – biasanya pada Kamis Putih – diterima kembali di kalangan Gereja, oleh uskup juga. Maka jelas ada suatu upacara khusus, baik untuk pengucilan maupun untuk penerimaan kembali. Yang pokok dalam ibadat suci itu ialah tobat sendiri atau laku tapa" (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 431). Hari ini adalah Rabu Abu, awal masa prapaskah, masa tobat atau masa retret agung umat. Mulai hari ini, selama kurang lebih 40 hari, kita diajak mawas diri perihal hidup keimanan dan keagamaan kita, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah kita renungkan sabda Yesus hari ini.

 

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:16-18)

Berpuasa atau lakutapa memiliki tujuan, antara lain: "(1) menyilih dosa-dosa masa lampau, (2) mengalahkan  diri, maksudnya: supaya nafsu taat kepada budi, dan semua kemampuan-kemampuan  yang lebih rendah makin tunduk kepada yang lebih luhur, dan (3) untuk mencari dan mendapatkan suatu rahmat atau anugerah, yang dikehendaki atau diinginkan" (St. Ignatius Loyola: LR no 87):

(1). "Menyilih dosa-dosa masa lampau" berarti menyesali dosa yang telah dilakukan serta tidak melakukan lagi dosa yang sama. Agar penyesalan berhasil dengan baik hendaknya mengaku dosa secara pribadi di hadapan imam/pastor, agar dengan rahmat kasih pengampunanNya kita mampu meninggalkan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Maka baiklah memasuki masa Prapaskah ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri dengan baik, agar semakin mengenali dan menghayati diri sebagai orang berdosa yang dipanggil Tuhan.

(2). Berusaha "supaya nafsu taat kepada budi dan semua kemampuan lebih rendah tunduk kepada kemampuan lebih luhur"  memang harus bekerja keras. "Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakatta 1997,  hal 10). Dalam bekerja keras memang tidak boleh bermuka muram, melainkan ceria, gembira dan bergairah, dan juga tidak perlu mencari muka, sanjungan atau pujian dari orang lain. Kita memiliki aneka macam nafsu, antara lain nafsu makan dan minum serta seksual, maka hendaknya dalam hal makan dan minum maupun melakukan hubungan seksual sungguh masuk akal dan demi kesehatan atau kebugaran tubuh/phisik maupun rohani (jiwa dan hati). Hendaknya menjauhi aneka mabuk-mabukan atau pesta pora; demikian pula hubungan seksual hendaknya merupakan perwujudan kasih, sehingga setelah hubungan seksual saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga. Itulah kiranya yang dimaksud dengan mengusahakan kemampun lebih rendah tunduk kepada yang lebih luhur: makan dan minum serta hubungan seksual merupakan ungkapan atau perwujudan kasih.

(3)  "Mencari atau mendapatkan rahmat atau anugerah, yang diinginkan atau dikehendaki" berarti dengan penuh harapan dan keterbukaan diri terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan atau kebaikan/rahmat Tuhan yang menjadi nyata dalam kasih dan kebaikan saudara-saudari kita. Untuk itu antara lain kita lakukan dengan berdoa. Berdoa pertama-tama dan terutama mendengarkan dengan rendah hati, maka baiklah dengan rendah hati kita dengarkan aneka macam nasihat, kita lihat dan imani aneka kebaikan Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita yang terarah pada diri kita, yang lemah dan rapuh ini. Berdoa hendaknya dilakukan di 'tempat tersembunyi' artinya secara pribadi sehingga tidak ada gangguan dari orang lain. Hemat saya tempat tersembunyi ada di tempat tinggal atau rumah kita masing-masing, antara lain kamar tidur atau WC/toilet. Fungsikan tempat-tempat tersebut sebagai tempat berdoa secara pribadi. Maka prapaskah juga masa untuk meningkatkan dan memperdalam hidup doa.

 

"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." (2Kor 6:1)        

 

Kita semua memiliki tugas, entah tugas belajar maupun bekerja. Marilah kita hayati bahwa tugas belajar maupun bekerja merupakan kasih karunia Allah, yang kita terima melalui orang-orang yang berbuat baik kepada kita. Karena kasih karunia Allah hendaknya dihayati dan dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah, dan secara konkret belajar atau bekerja sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku. Selain tugas belajar atau bekerja, panggilan hidup kita entah sebagai suami/isteri, imam, bruder atau suster juga merupakan kasih karunia Allah, maka baiklah memasuki masa Prapaskah ini masing-masing dari kita mulai mawas diri perihal panggilan masing-masing. Berikut saya sampaikan bantuan sederhana untuk mawas diri:

(1). Suami atau isteri hendaknya menyadari dan menghayati bahwa pasangan hidupnya merupakan kasih karunia Allah atau kado dari Allah,yang telah mengasihi kita. Sebagaimana sering kita alami ketika menerima kado dari yang terkasih senantiasa terkenang pada kado tersebut dan mengasihinya, maka baiklah antar suami dan isteri saling mengenang dan mengasihi. Ingat bahwa anda pernah berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, maka baiklah mawas diri perihal janji perkawinan dan di malam Paskah nanti kita perbaharui janji tersebut dalam upacara pembaharuan janji baptis.

(2)  Imam, bruder atau suster telah berjanji untuk menjadi 'sahabat-sahabat Yesus' artinya mau meneladan cara hidup Yesus sebagai perwujudan persembahan diri secara total dan radikal kepada Allah. Maka kami mengajak rekan-rekan imam, bruder atau suster untuk mawas diri perihal persembahan diri total dan radikal. Secara konkret marilah mawas diri perihal trikaul: keperawanan, ketaatan dan kemiskinan, dan pada waktunya nanti di hari Kamis Putih atau Malam Paskah memperbaharui janji imamat atau kaul.

(3). Sebagai orang yang telah dibaptis kita telah berjanji hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak godaan setan. Penghayatan janji baptis merupakan dasar dan kekuatan bagi janji perkawinan, imamat maupun kaul. Maka baiklah kita bersama-sama sebagai yang telah dibaptis mawas diri perihal janji baptis tersebut, dan baiklah juga mengenangkan santo atau santa yang menandai nama kita ketika dibaptis. Semoga upacara pembaharuan janji baptis di Malam Paskah nanti merupakan kebangkitan kembali dalam mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan.

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat"

(Mzm 51:3-6a)

 

Jakarta, 9 Maret 2011


Senin, 07 Maret 2011

8 Maret - Tb 2: 9-14; Mrk 12:13-17

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"

(Tb 2: 9-14; Mrk 12:13-17)

 

"Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia" (Mrk 12:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sabda Yesus di atas ini kiranya menjadi inspirasi atau sumber motto dari Mgr.A.Soegijapranata SJ alm.: "seratus persen katolik dan seratus persen warganegara"  dan pada masa kini menjiwai LSM yang mencanangkan azas dalam Anggaran Dasarnya: "Dalam terang iman kristiani berazaskan Pancasila dan UUD 45 dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara". Baiklah kami mengajak dan mengingatkan kita semua umat beriman: marilah dalam terang iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Beriman berarti mempersembahkan atau mengarahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dan dengan demikian senantiasa mencari kehendak dan menemukan karya Tuhan dalam ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Kehendak Tuhan antara lain diterjemahkan dalam aneka tata tertib atau aturan dalam hidup dan kerja bersama, maka marilah sebagai warganegara kita taati dan laksanakan aneka tata tertib dan aturan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karya Tuhan dalam diri manusia antara lain menggema dalam keutamaan-keutamaan seperti " kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri"(Gal 5:22-23), maka marilah kita temukan keutamaan-keutamaan tersebut baik dalam diri kita masing-masing maupun sesama kita, tanpa pandang bulu atau SARA. Hendaknya kita semua juga menghayati keutamaan-keutamaan tersebut, agar sila kelima dari Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi seluruh bangsa atau warganegara"  menjadi kenyataan atau terwujud. Kami berharap kepada para warganegara yang menjadi anggota lembaga legislatif, yudikatif maupun eksekuitf untuk menghayati fungsi masing-masing dalam terang atau semangat iman.   

·   "Dari mana anak kambing itu? Apa itu bukan curian? Kembalikanlah kepada pemiliknya! Sebab kita tidak diperbolehkan makan barang curian!" (Tb 2:13), demikian kata Tobit kepada Hana, isterinya. "Kita tidak diperbolehkan makan barang curian", itulah kiranya yang baik menjadi bahan permenungan maupun pegangan dan pedoman cara hidup dan cara bertindak kita. Mungkin kita tidak mencuri tetapi ada kemungkinan menerima hadiah dari orang lain berupa barang, harta benda atau uang curian. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan: nampaknya yang mudah dan tanpa merasa 'makan barang curian' adalah para anggota lembaga legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Jika diperhatikan imbal jasa atau gaji mereka sesuai dengan aturan yang berlaku, maka sungguh menjadi pertanyaan mereka menjadi kaya raya. Sama-sama pegawai negeri dan berpangkat sama mereka yang berkarya di bidang yudikatif maupun eksekutif pada umumnya pendapatan lebih besar daripada para guru yang berkarya di bidang edukatif, padahal para guru lah yang berjasa bagi mereka yang saat ini berkarya di bidang legislatif, edukatif maupun eksekutif maupun usaha-usaha atau bisnis. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang kaya akan barang, harta benda atau uang, entah itu curian atau tidak, hendaknya dengan rela dan hati berkorban berani 'mengembalikan barang, harta benda atau uang' tersebut untuk penyelenggaraan pendidikan atau sekolah di negeri kita ini. Sungguh memprihatinkan: orang dapat membelanjakan jutaan atau ratusan ribu rupiah dalam satu hati untuk liburan atau pesta, sementara itu begitu pelit membayar uang sekolah. Marilah kita lebih memperhatikan 'human investment' daripada 'material investment'.

 

"Hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya.Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan" (Mzm 112:7b-9)

 

Jakarta, 8 Maret 2011


Minggu, 06 Maret 2011

7 Maret - Tb 1:1a.2a. 3; 2:1b-8; Mrk 12:1-12

"Batu yang dibuang oleh tukang  bangunan telah menjadi batu penjuru"

(Tb 1:1a.2a. 3; 2:1b-8; Mrk 12:1-12)

 

"Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: "Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita." Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia." (Mrk 12:1-12).,demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di dalam situasi normal pada umumnya dalam hidup bersama para petinggi atau orang-orang penting/ terkemuka secara social-politik yang tampil, sedangkan mereka yang dinilai kecil dan bodoh tersingkir. Namun pada saat-saat genting mereka yang tersingkir ini sungguh dibutuhkan, sebagai contoh ada kotoran di lantai kantor atau ruangan pasti akan mencari para pembantu untuk segera membereskan. Dalam hal kejahatan demikian juga: mereka yang dianggap kecil sungguh menjadi ujung tombak dalam melakukan kejahatan. Anak-anak atau bayi juga menjadi sasaran kejahatan dengan penculikan; bayi atau anak-anak tidak ada sementara waktu orangtua/dewasa kebingungan, sedangkan kalau orang dewasa tidak ada sementara waktu tidak apa-apa alias dibiarkan saja. Paradigma atau cara berpikir Tuan memang berbeda dengan paradigma atau cara berpikir manusia, lebih-lebih manusia yang bersikap mental materialistis dan serakah, sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini sebagai penyewa atau penggarap. Dalam hidup biasa sehari-hari ada kemungkinan kita juga kurang memperhatikan jiwa kita alias hidup sejati, antara lain dengan hidup seenaknya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Orang juga kurang memperhatikan spiritualiats atau charisma dalam hidup sehari-hari, padahal charisma sungguh menjadi batu penjuru kehidupan kita. Sabda hari ini kiranya mengingatkan kita untuk sungguh memperhatikan dan menghayati charisma hidup dan panggilan kita masing-masing.

·   "Nak, pergilah dan jika kaujumpai seorang miskin dari saudara-saudara kita yang diangkut tertawan ke Niniwe dan yang dengan segenap hati ingat kepada Tuhan, bawalah ke mari, supaya ikut makan. Aku hendak menunggu, anakku, hingga engkau kembali."(Tb 2:2), demikian kata Tobit kepada Tobia, anaknya dalam jamuan makan bersama. Pesan Tobit kepada Tobia ini kiranya baik kita renungkan dan hayati. Marilah kita perhatikan orang-orang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup kita dimanapun dan kapanpun. Marilah kita hayati salah atau motto hidup menggereja atau beriman, yaitu "preferential with/for the poor". Memang pertama-tama harus kita perhatikan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, antara lain makan dan minum yang memadai. Namun baiklah kami ingatkan bahwa dari mereka yang miskin dan berkekurangan kita juga dapat belajar, yaitu perihal keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang tidak kita miliki. Mereka yang miskin dan berkekurangan serta baik alias bermoral, pada umumnya memiliki keutamaan 'penyerahan diri pada Penyelenggaraan Ilahi', dengan kata lain mereka lebih beriman. Hati, budi dan tenaganya terbuka bagi yang lain serta siap sedia membantu mereka yang minta bantuan. Pengalaman saya pribadi sebagai imam atau pastor: melayani mereka yang miskin dan kaya sungguh berbeda. Yang miskin ketika dilayani kemudian berterima kasih, sementara yang kaya sudah dilayani dengan baik masih terus menuntut dan mengeluh. Maklum orang kaya biasa memerintah di tempat tinggal atau kerja mereka, maka di tempat umum atau kegiatan lain pun ada kecenderungan untuk memerintah dan ingin dilayani.

 

"Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi; angkatan orang benar akan diberkati. Harta dan kekayaan ada dalam rumahnya, kebajikannya tetap untuk selamanya.Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil." (Mzm 112:1-4)

Jakarta, 7 Maret 2011