Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 05 Agustus 2011

Minggu Biasa XIX - 1Raj 19:9a.11-13a; Rm 9:1-5; Mat 14:22-33

"Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"

Mg  Biasa XIX: 1Raj 19:9a.11-13a; Rm 9:1-5; Mat 14:22-33

"Besi batanganpun jika digosok terus menerus pasti akan menjadi sebatang jarum yang tajam", demikian salah satu motto Bapak Andrie Wongso, promotor Indonesia. Memang ada syaratnya yaitu keteguhan hati alias tidak bimbang dan ragu selama menggosok besi batangan tersebut. Hidup dan bekerja pada masa kini memang harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan kesulitan berat, sehingga dengan mudah orang menjadi bimbang, ragu-ragu, cemas atau bahkan mengundurkan diri dan kemudian mencari jalan pintas yang mudah. Tumbuh berkembang untuk menjadi pribadi yang baik, cerdas secara spiritual butuh perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang siap sedia untuk mengarunginya. Tanda atau gejala bahwa orang enggan atau  malas berjuang dan berkorban antara lain dengan masih maraknya korupsi yang terus terjadi, dan mereka yang berwenang dan bertugas untuk memberantas korupsi pun takut bertindak. Saat ini ada kesan dari banyak orang bahwa presiden kita, SBY, takut melakukan sesuatu dalam pemberantasan korupsi dan nampaknya hanya cari aman sendiri, maka protes dan kritikan muncul di sana-sini. Aneka protes, saran dan kritikan dari para pengamat dan pemerhati hidup bermasyakat, berbangsa dan bernegara ditanggapi  dengan kata-kata "Saya prihatin…". Sabda Yesus hari ini menghentak dan mengajak kita untuk mawas diri: sejauh mana penghayatan iman kita menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak?

"Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" (Mat 14:31)

Percaya kiranya sama dengan beriman, yang berarti 'mempersembahkan diri seutuhnya kepada sesuatu, entah yang kelihatan maupun yang tak kelihatan, terutama kepada yang tak kelihatan'. Sebenarnya masing-masing dari kita telah memiliki pengalaman percaya yang cukup banyak dan mendalam, yaitu dalam hal-hal biasa dan sederhana setiap hari, misalnya dalam hal makan dan minum. Bukankah, entah di rumah atau rumah makan atau di dalam pesta/perjamuan bersama, kita tidak pernah bimbang dan ragu perihal makanan dan minuman yang disajikan untuk kita santap atau nikmati? Bukankah kita percaya bahwa penyanji makanan dan minuman tidak akan mencelakakan kita, melainkan membahagiakan kita? Kiranya masih banyak pengalaman lain yang pernah kita alami dalam hidup sehari-hari bahwa dengan mudah kita percaya pada sesuatu.

Tuhan hidup dan berkarya kapan saja dan dimana saja, tidak terikat waktu dan tempat, dan Ia juga hidup dan berkarya dalam hal-hal biasa dan sederhana setiap hari dalam kehidupan dan kerja kita. Marilah kita lihat, imani dan hayati karyaNya dalam hidup kita sehari-hari  KaryaNya antara lain menjadi nyata dalam diri orang-orang yang berkehendak baik; dan kami percaya bahwa orang-orang yang berkehendak baik lebih banyak jumlahnya daripada orang-orang yang berbuat jahat, sedangkan kesan berkehendak jahat sering terjadi karena kesalahfahaman yang disebabkan oleh keterbatasan kita masing-masing

Perjalanan penghayatan hidup dan panggilan kita pada masa kini memang bagaikan sedang berada di dalam perahu di tengah-tengah lautan yang bergelombang, sehingga kita diombang-ambingkan oleh ombak. Ombak itu pada masa kini dapat berupa aneka godaan, tantangan dan hambatan yang memang akan membuat kita mudah ragu-ragu untuk meneruskan perjalanan atau bahkan ada yang tegerak untuk bunuh diri. Hendaknya aneka 'ombak' yang mengombang-ambingkan tersebut dihadapi dengan iman atau kepercayaan penuh bahwa Tuhan senantiasa menyertai atau mendampingi perjalanan kita. Godaan-godaan untuk berbuat jahat atau ragu-ragu berasal dari setan atau roh jahat; Tuhan senantiasa dapat mengatasi atau mengalahkan roh jahat, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan pasti akan selamat. Kita dapat belajar dari para rasul, yaitu menghadapi godaan dengan berdoa "Tuhan, tolonglah aku". Berdoalah dengan sepenuh hati dengan kata-kata itu, artinya saya sungguh mengandalkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam menghadapi godaan, tantangan atau masalah berarti menjadikan godaan, tantangan atau masalah tersebut sebagai wahana pendewasaan kepribadian, keimanan dan kepercayaan kita. Iman dan kepercayaan kita memang selayaknya sering dicobai agar semakin mantap, handal dan kuat.

"Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani." (Rm 9:1-3)

Kutipan dari surat Paulus kepada umat di Roma di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita perihal 'kebenaran'. "Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdosa", inilah kata-kata yang hendaknya juga menjadi acuan atau pedoman kita di dalam hidup dan kerja kita setiap hari. Hendaknya kita senantiasa tidak berdusta, melainkan jujur dalam kesibukan, kerja dan pelayanan kita.

"Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Bertindak jujur dan rela membela kebenaran bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan, dan keutamaan ini kiranya mendesak dan  up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan kejujuran maupun kebenaran semakin menjadi langka, bahkan orang jujur menjadi korban kekerasan masyarakat yang tidak suka kejujuran. Dengan kata lain nampaknya masyarakat kita memang sedang menderita sakit kedustaan dan kebohongan.

Pertama-tama dan terutama hendaknya masing-masing dari kita berusaha dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan untuk jujur terhadap diri sendiri serta tidak mendustai diri sendiri. Jika kita terhadap diri sendiri senantiasa jujur dan tidak berdusa atau tidak berbohong, maka dengan mudah kita jujur dan tidak berdusta terhadap lingkungan dan masyarakat maupun Tuhan. Tuhan memang tak mungkin kita dustai atau bohongi karena Ia Maha Tahu atau Maha Segalanya. Jujur dan tidak mendustai atau membohongi diri memang tak mudah. Kita sendirian di dalam kamar atau di perjalanan akan tergoda untuk hidup seenaknya sendiri sampai melakukan hal-hal yang tidak baik atau tak berkenan di hati Tuhan misalnya berbuat porno atau amoral, seperti mabuk-mabukan atau pemuasan gairah seksual yang tak wajar.

Kejujuran dan tidak berdusta terhadap masyarakat dan lingkungan yang mudah atau sulit, tergantung dari kita masing-masing, adalah dalam hal masalah harta benda atau uang. Jika terhadap yang kelihatan seperti harta benda atau uang saja kita tak dapat jujur serta berdusta, maka kita tak mungkin dapat jujur dan tidak berdusta dalam hal-hal lainnya, yang tak kelihatan. Pengahayatan kejujuran dan tidak berdusta alias kebenaran dalam hal harta benda atau uang hemat saya merupakan 'ibu dan benteng hidup beriman atau beragama'. Ingat bahwa orang yang tak mengasihi dan berterima kasih kepada ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui serta berkorban bagi anaknya, yaitu kita semua, berarti orang yang bersangkutan berdusta alias tak bermoral, tak berbudi pekerti luhur. Jika benteng mulai keropos maka ada bahaya besar apa yang ada di dalam benteng akan hancur berantakan. Maka jika orang sungguh jujur dan benar dalam pengelolaan harta benda atau uang, orang yang bersangkutan boleh atau dapat dikatakan jujur terhadap diri sendiri, lingkungan hidup/masyarakat maupun Tuhan.  Kami berharap kejujuran dan kebenaran ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari bapak-ibu atau orangtua.

"Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan? Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."

 (Mzm 85:9-10.13-14)

Ign 7 Agustus 2011


6 Agustus


"Tuhan betapa bahagianya kami berada di tempat ini"

(2Ptr 1:16-19; Mat 17:1-9)

" Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Kata Petrus kepada Yesus: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan. Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: "Berdirilah, jangan takut!" Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati." (Mat 17:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Yesus Menampakkan KemuliaanNya hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Setiap dari kita kiranya memiliki suatu pengalaman yang sangat mengesan dan menyentuh hati kita, sehingga pengalaman tersebut menggerakkan dan memotivasi kita untuk melakukan apa yang terbaik dalam perjalanan hidup maupun penghayatan panggilan serta pelaksanaan tugas kewajiban kita, sebagaimana dialami oleh tiga murid/rasul di 'sebuah gunung yang tinggi'. Pengalaman berada di puncak gunung yang tinggi memang sungguh mengesan dan mempesona, maka (maaf kalau sedikit porno) bagi seorang lelaki 'berada di puncak gunung nona' alias mencium payudara pasti mengesan, baik bagi sang lelaki sendiri maupun sang nona yang bersangkutan. Dalam perjalanan hidup, penghayatan panggilan maupun pelaksanaan tugas kewajiban, kiranya kita sering mengalami frustrasi, putus-asa atau tak bergairah alias lesu. Jika anda sedang mengalami yang demikian itu kami ajak untuk mengenangkan pengalaman yang pernah menyentuh dan mengesan, yang kemudian menggerakkan dan menggairahkan cara hidup dan cara bertindak kita. Pengalaman itu antara lain saat-saat kita memasuki hidup baru, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster ataupun pelajar dan pekerja baru. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa kembali ke pengalaman tersebut alias 'back to basic'. Atau marilah kita hayati doa ini dalam hidup kita sehari-hari, yaitu " Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Rap 3:22-23). Kasih setia Tuhan nampak dan menjadi nyata dalam dan melalui aneka sentuhan, sapaan, perhatian dan perlakuan orang lain terhadap diri kita yang lemah dan rapuh ini.

·   "Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus. Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu" (2Ptr 1:18-19), demikian kesaksian Petrus atas pengalaman penampakan Yesus dalam KemuliaanNya. Marilah apa yang dikatakan oleh Petrus ini juga menjadi kata-kata kita atau keyakinan iman kita. Suara Tuhan antara lain menggema dalam hati yang jernih dan bersih alias suci, sehingga menjadi suara hati atau dalam aneka ajakan dan kehendak baik dari saudara-saudari kita. Saudara-saudari kita tersebut antara lain orangtua, para guru/pendidik, pastor/pendeta/kyai, orang bijak dst.. , yang sering menyampaikan apa-apa yang baik dan bijak, yang menyinari cara hidup dan cara bertindak kita, sehingga kita dapat berjalan di jalan yang benar. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk mengenangkan aneka nasihat, ajaran, petuah, saran, tegoran dst.. dari orangtua, guru/pendidik, pastor/ pendeta/kyai dst..yang pernah kita terima dalam dan melalui aneka kesempatan. Mengenangkan berarti mengingat-ingat dan mencecap dalam-dalam nasihat, ajaran, petuan, saran dan tegoran tersebut, sehingga menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Maka mungkin baik jika ada kata-kata yang mengesan dan menyentuh hati kita, hendaknya ditulis dan kemudian pasang saja tulisan tersebut di tempat-tempat dimana setiap hari kita dapat melihatnya. Biarlah kata-kata mutiara yang mengesan dan menyentuh tersebut senantiasa menyinari cara hidup dan cara bertindak kita. Biarlah hati kita senantiasa bersinar, yang menjadi nyata dalam keceriaan dan kegembiraan kita dalam kondisi maupun situasi apapun.

"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya" (Mzm 97:1-2.5-6)

Ign 6 Agustus 2011


Kamis, 04 Agustus 2011

5 Agustus


"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?"

(Ul 4:32-40; Mat 16:24-28)

" Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya."(Mat 16:24-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sikap mental materialistis atau duniawi menjiwai cukup banyak orang pada masa kini, yang antara lain ditandai semakin maraknya korupsi di hampir semua bidang; tidak hanya di kalangan pejabat pemerintah saja korupsi dilakukan tetapi juga di antara wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, katanya mewakili rakyat namun dalam kenyataannya memperkaya diri sendiri. Ada impian sementara orang, dan beberapa orang telah mampu mewujudkan impian tersebut, yaitu "menumpuk atau mengumpulkan harta benda/uang untuk tujuh turunan", dengan kata lain yang bersangkutan boleh dikatakan sebagai 'pengumpul'. Memiliki harta benda atau uang sebanyak apapun ketika meninggal dunia atau dipanggil Tuhan tidak akan terbawa; apalagi ketika ahli waris yang ditinggalkan tidak rukun dan tak dapat kerjasama maka peninggalan harta benda atau uang akan menjadi masalah besar. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa daripada tubuh, lebih berpedoman pada "human investment' daripada 'material investment", lebih mengutamakan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya daripada mewariskan harta benda atau uang. Saya pribadi sangat bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua atau bapak-ibu saya yang miskin lebih mengutamakan pendidikan kami, anak-anaknya, daripada bangunan rumah atau harta benda lainnya. Kami berharap kepada para orangtua maupun para pengelola, pengurus dan pelaksana pendidikan/sekolah untuk lebih mengutamakan agar anak-anak atau peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral atau berbudi pekerti luhur daripada pandai alias cerdas otaknya saja. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk menhayati atau memfungsikan harta benda atau uang sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan yaitu 'bersifat sosial'; dengan kata lain semakin banyak memiliki harta benda atau uang hendaknya semakin hidup sosial, semakin banyak sahabat, karena juga semakin dikasihi oleh Tuhan maupun sesamanya.

·   " Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa TUHANlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya."(Ul 4:39-40).. Apa yang menjadi 'ketetapan dan perintah Tuhan'  bagi saya hari ini? Semua ketetapan atau perintahNya kiranya dapat dipadatkan atau disimpulkan dalam perintah 'saling mengasihi sebagai sesama manusia' sebagai perwujudan terima kasih kita kepada Allah yang telah mengaruniai aneka macam kebutuhan hidup kepada kita.  Hemat saya tidak ada ajaran agama di dunia ini yang tidak mengajarkan 'saling mengasihi satu sama lain'; mengaku beragama tetapi membenci orang lain hemat saya pembohong atau bidaah. Mengasihi maupun dikasihi hemat saya butuh pengorbanan atau penyerahan diri serta keterbukaan. Tanpa pengorbanan, penyerahan diri dan keterbukaan kasih bukanlah kasih, melainkan hanya merupankan upacara liturgis atau formal belaka. Salah satu perwujudan kasih yang tak boleh ditinggalkan adalah 'boros waktu dan tenaga bagi yang terkasih', bukan uang atau harta benda. Maka kami mengharapkan anda tidak pelit dalam hal waktu dan tenaga bagi yang anda kasihi. Tentu saja kami mengharapkan hal ini terjadi di dalam keluarga, yaitu suami-isteri saling memboroskan waktu untuk pasangannya, dan bersama-sama sebagai orangtua memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan. Kami berharap kita semua menjauhi 'ASRI", yaitu Asyik Sibuk Sendiri. Maklum aneka macam sarana teknologi modern seperti computer yang dapat digunakan untuk internet pada masa kini tanpa sadar telah mendorong orang untuk asyik sibuk sendiri, tidak ada waktu dan tenaga lagi untuk berkomunikasi secara konkret, curhat dengan saudara-saudarinya, bahkan dengan saudara-saudari dalam satu keluarga. Komputer dengan internetnya, BB atau iPad telah membuat banyak orang menjadi begitu egois dan kurang sosial. Saya orang-orang kaya begitu memanjakan anak-anaknya dengan sarana-sarana modern tersebut, sehingga nampak krasan tinggal di rumah, tidak mengganggu orang lain, padahal yang terjadi sesungguhnya adalah proses pengurungan diri untuk menjadi egois. Marilah sedini mungkin anak-anak kita bina untuk siap sedia 'memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih' alias kita bina kepekaan sosialnya.

" Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu. Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami? Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa" (Mzm 77:12-15).

Ign 5 Agustus 2011


Selasa, 02 Agustus 2011

4 Agustus


"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya"

(Bil 20:1-13; Mat 16:13-23)

" Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias. Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Mat 16:13-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes Maria Vianney, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Petrus adalah paus pertama di dalam Gereja yang berfungsi antara lain untuk meneruskan imamat Yesus, Sang Imam Agung. Masa kini Paus dalam melaksanakan tugas pengutusan atau funginya dibantu oleh para uskup dan imam dalam rangka melayani umat; dan hemat saya jumlah yang terbesar adalah imam, yang pada umumnya juga langsung bergaul dengan atau berada di tengah-tengah umat. Hari ini kita mengenangkan St.Yohanes Maria Vianney, pelindung para imam, maka baiklah secara khusus kami mengajak para imam untuk merenungkan sabda Yesus "Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga". St.Yohanes Maria Vianney dikenal sebagai pastor suci yang tak kenal lelah mendengarkan pengakuan dosa selama berjam-jam sehari; dan banyak orang bertobat melalui pelayananannya. Maka dengan ini kami mengajak rekan-rekan imam/pastor untuk meneladan St.Yohanes Maria Vianney dalam pelayanan pastoral kepada umat Allah, antara lain meneladan kesuciannya serta menyalurkan kasih pengampunan Allah kepada umat Allah. Hal itu kiranya membutuhkan keutamaan kerendahan hati dan kerja keras dalam pelayanan.  Semoga rekan-rekan imam/pastor dapat menjadi teladan kerendahan hati dan semangat melayani bagi umat Allah.

·   "Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya."(Bil 20:8), demikian firman Allah kepada Musa, yang memimpin bangsanya menuju 'tanah terjanji'. Firman ini baik kita renungkan, pertama-tama bagi kita para imam dan kemudian juga bagi segenap umat beriman yang memiliki panggilan imamat umum. Kita dipanggil untuk 'memberi air kehidupan' yang menghidupkan dan  menyegarkan umat Allah, dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun diharapkan senantiasa menggairahkan dan menggembirakan orang lain. "Ing madyo ambangun karso" = di tengah-tengah membangun kreativitas alias menggairahkan, demikian salah satu motto Bapak Ki Hajar Dewantoro, yang kiranya cocok sekali untuk kita hayati. Kehadiran kita dimanapun dan kapanpun diharapkan membuat orang lain menjadiaa kreatif dan bergairah, penuh semangat dan harapan. "Air" adalah penyalur tenaga listrik yang utama dan tangguh; memberi 'air' kepada orang lain berarti menyalurkan tenaga dan sinar terang yang memberdayakan dan menggairahkan. Untuk itu memang kita harus erat bersahabat dengan Tuhan alias hidup suci, cara bertindak dan cara hidup kita sungguh menggambarkan bahwa kita manusia adalah 'citra atau gambar Allah'.

" Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku"

(Mzm 95:6-9)

Ign 4 Agustus 2011


3 Agustus


"Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang"

(Bil 13:1-2a.25; 14:26-29; Mat 15:21-28)

"Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh." (Mat 15:21-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Cukup banyak karya-karya pelayanan pendidikan atau kesehatan lebih berpihak kepada mereka yang pandai atau kaya, sedangkan yang bodoh atau miskin kurang mendapat tempat atau perhatian. Sabda Yesus hari ini mengajak dan mengingatkan kita untuk menghayati salah satu opsi hidup beriman atau menggereja, yaitu "preferential option for/with the poor" (=keberpihakan pada/bersama yang miskin dan berkekurangan). "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang", demikian sabda Yesus, yang hendaknya juga menjadi pegangan atau acuan kita dalam cara hidup dan cara bertindak kita dalam aneka pelayanan atau kerja kita. Sabda ini kiranya yang menjadi jiwa Ibu Teresa dari Calcuta, yang meninggalkan gedung sekolah mewah dan pergi ke jalanan untuk mengasihi dan melayani mereka yang miskin, sakit, menderita, terbuang, dst.. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua, segenap umat beriman dan beragama untuk memperhatikan dan mengasihi mereka 'yang hilang', yang kurang memperoleh perhatian, sehingga miskin, menderita, sakit dan berkekurangan dalam berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Saya percaya bahwa di sekitar kita atau di lingkungan hidup, kerja dan pelayanan kita ada yang 'hilang', maka kami ajak untuk mencari dan memperhatikan mereka, membantunya sesuai dengan kebutuhannya. Ingatlah dan hayati bahwa mereka kiranya cukup beriman, artinya membuka diri sepenuhnya atas penyelenggaraan Ilahi, yang menjadi nyata dalam aneka kebaikan dan perhatian orang lain. Marilah kita perhatikan anak-anak kita yang nakal, bodoh dan rewel alias menjengkelkan serta kita dekati dalam dan dengan cintakasih serta kerendahan hati.

·   " Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN, bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan kepadamu. Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan berhantaran, yakni semua orang di antara kamu yang dicatat, semua tanpa terkecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas, karena kamu telah bersungut-sungut kepada-Ku"(Bil 14:28-29). Kutipan di atas ini terarah kepada bangsa terpilih yang bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu dalam perjalanan menuju 'tanah terjanji'. Ada kemugkinan kita yang sedang dalam perjalanan melaksanakan tugas pekerjaan atau menghayati panggilan juga bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu karena harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Tanpa dihukum mereka yang bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu telah terhukum dengan sendirinya, antara lain mereka akan dijauhi oleh sesamanya atau bahkan mereka sendiri kemudian langsung mengasingkan diri. Bentuk hukuman yang lain antara lain mereka tak berbahagia, mudah terserang penyakit dan kemungkinan juga cepat mati. Kelompok hidup bersama, entah itu keluarga atau masyarakat, dimana anggota-anggotanya bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu, maka secara otomatis hidup bersama akan berantakan. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua: hendaknya jangan bersungut-sungut, mengeluh atau menggerutu ketika dalam perjalanan hidup dan tugas harus menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan; hadapi saja semuanya itu dengan tenang, gembira dan bergairah, maka jika kita tak mampu sendiri menyelesaikannya pasti banyak orang tergerak mendekati kita dan membantunya. Bukankah keceriaan dan kegairahan serta penuh senyum akan mempesona, menarik dan memikat orang lain? Tidak ada alasan untuk tidak gembira, bergairah dan bersenyum bagi kita yang sungguh beriman, karena Tuha senantiasa menyertai dan mendampingi perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita.

"Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir: perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau. Maka Ia mengatakan hendak memusnahkan mereka, kalau Musa, orang pilihan-Nya, tidak mengetengahi di hadapan-Nya, untuk menyurutkan amarah-Nya, sehingga Ia tidak memusnahkan mereka."

 (Mzm 106:21-23)

Ign 3 Agustus 2011


Senin, 01 Agustus 2011

2 Agustus

"Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang melainkan yang keluar dari mulut itulah yang menajiskan orang."

(Bil 12:1-13; Mat 15:1-2.10-14)

"Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan." Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: "Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang." Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?" Jawab Yesus: "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang."(Mat 15:1-2.10-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yang masuk kedalam mulut antara lain makanan, minuman dan udara, sedangkan yang keluar dari mulut adalah kata-kata. Pada umumnya orang memasukkan ke mulutnya makanan, minuman dan udara yang sungguh menyehatkan dan menyegarkan seluruh tubuh, sedangkan yang kata-kata yang keluar dari mulutnya belum tentu menyelamatkan atau membahagiakan yang mendengarkannya. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat adalah orang-orang yang berpegang teguh pada rumus-rumus kata-kata dalam aneka tata tertib dan tertulis. Bagaimanapun apa yang tertulis sungguh terbatas dalam rangka menghayati cintakasih. Memang apa yang tertulis ditulis atas dasar cintakasih dan diberlakukan agar orang menghayati cintakasih, dengan kata lain yang diutamakan adalah cintakasih. Cintakasih tak terbatas, mengatasi aneka macam tata tertib yang tertulis. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita agar apa yang keluar melalui mulut kita membuat orang yang mendengarnya merasa dikasihi serta mendorong mereka untuk hidup dan bertindak saling mengasihi. Maka marilah kita berkata-kata  dengan sopan santun atau tatakrama yang berlaku di tempat kita berada, yang berarti sungguh menghormati dan menjunjung tinggi mereka yang mendengarkan kata-kata kita, menghargai harkat martabatnya sebagai manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Tuhan. Hendaknya sopan santun dan tatakrama sedini mungkin dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari  orangtua. Sopan santun atau tatakrama yang telah dihayati kemudian dtingkatkan dan diperdalam menjadi norma moral, dimana orang hidup dan bertindak serta berkata-kata sesuai dengan hati nurani yang dijiwai oleh Tuhan.

·   "Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush.Kata mereka: "Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?" Dan kedengaranlah hal itu kepada TUHAN. Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bil 112:1-3). Kutipan ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi kita: apakah kita seperti Miryam dan Harun yang irihati atau seperti Musa, "seorang yang sangat lembut hatinya". Kami berharap kita semua sebagai orang beriman memiliki hati yang sangat lembut, tidak keras membatu. Orang yang berhati keras pada umumnya hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan atau nafsu pribadi, tertutup terhadap aneka pembaharuan maupun perkembangan, mudah sakit hati atau menyakiti hati orang lain. Sebaliknya orang yang berhati lembut terbuka terhadap aneka kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang serta diperbaharui, terbuka terhadap bisikan atau sapaan Roh Kudus, yang antara lain menggejala dalam kehendak baik sesama manusia. Kita semua memiliki hati, maka marilah kita bina dan perkembangkan agar hati kita lembut. Berhati lembut berarti juga rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Rekan-rekan perempuan pada umumnya lebih lembut hatinya daripada rekan-rekan laki-laki, maka kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk memperdalam kelembutan hatinya serta kemudian menyebarluaskan atau meneruskan kepada orang lain. Marilah kita belajar dan berdevosi pada Hati Yesus, yang lemah lembut dan rendah hati.

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu" (Mzm 51:3-6)

Ign 2 Agustus 2011


1 Agustus


"Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat"

(Bil 11:4b-15; Mat 14:13-21)

" Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka.Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan." Jawab mereka: "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Yesus berkata: "Bawalah ke mari kepada-Ku."Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak" (Mat 14:13-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Alfonsus Marie de Liguori , Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Terpanggil menjadi uskup maupun imam sebagai pembantu uskup memiliki panggilan untuk menyampaikan berkat Tuhan kepada umat Allah maupun sesama manusia, sehingga umat yang menerima berkat sungguh merasa bahagia, damai dan tenteram. Itulah kiranya yang terjadi dalam Diri Yesus, Sang Imam Agung, di hadapan ribuan orang yang menderita kelaparan maupun sakit. Maka pertama-tama perkenankan saya mengajak rekan-rekan imam agar dalam sepak terjang dan kehadirannya dimanapun dan kapanpun senantiasa menjadi berkat bagi sesamanya; untuk itu cara hidup dan cara bertindak kita sebagai imam hendaknya meneladan Yesus, yang "hatiNya tergerak oleh belas kasihan". Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa Kerajaan Allah maupun hidup beriman dan beragama adalah masalah/kerajaan hati, bukan otak atau harta benda. Maka hendaknya kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa memberi perhatian kepada orang lain, terutama mereka yang kelaparan atau sakit. Sebagai orang beriman juga memiliki panggilan imamat umum, maka kami mengajak segenap umat beriman untuk saling memperhatikan satu sama lain tanpa pandang agama atau keyakinan; marilah kita saling meneruskan rahmat atau anugerah Tuhan. Hendaknya dijauhkan sikap mental egoistis, yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

·   "Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu, sehingga Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini" (Bil 11:11), demikian kutipan kata-kata keluh kesah Musa kepada Tuhan. Menjadi pemimpin dalam kehidupan bersama dalam tingkat apapun dan dimanapun memang memiliki tanggungjawab atas seluruh kelompok atau komunitas yang dipimpinnya; tanggungjawab yang berat dan mulia. Menjadi pemimpin berarti menjadi pelayan, harus menghayati kepemimpinannya dengan semangat pelayanan. Di dalam perjalanan penghayatan panggilan maupun pelaksanaan tugas ada kemungkinan merasa berat, lelah dan putus asa seperti Musa. Jika demikian halnya baiklah kita juga meneladan Musa dengan menyampaikan keluh kesah dan kelelahan kita kepada Tuhan, dengan kata lain pengalaman berat dan melelahkan tersebut kita jadikan bahan doa kita. Memang jika kita hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri pada suatu saat akan merasa lelah dan putus asa, sebaliknya jika dengan rendah hati kita bersedia untuk didampingi dan dituntun oleh Tuhan maka seberat apapun tugas pekerjaan akan menjadi ringan adanya. Sebagai orang yang beriman kepada  Yesus ketika merasa lelah dan tak berdaya, marilah kita menatap Dia yang tergantung di kayu salib, pasti akan dikuatkan dan diteguhkan sehingga berdaya dan bergairah kembali dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Marilah kita awali pelaksanaan aneka tugas atau kewajiban dengan berdoa, mohon rahmat dan kekuatan Tuhan untuk menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Mungkin sebagai orang katolik kita hanya membuat tanda salib, sebagai doa kita, sambil mengucapkan "Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin". Hayati tanda salib bersama dengan kata-katanya, yang berarti hidup dan bertindak bersama dan bersatu dengan Tuhan; bersama dan bersatu dengan Tuhan pasti akan sukses, gembira dan ceria meskipun yang harus kita kerjakan cukup berat dan sarat dengan tantangan serta masalah.

"Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (Mzm 81:14-17)

Ign 1 Agustus 2011