Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 26 Oktober 2013

MgB XVII

Mg Biasa XVII: Kej 18:20-33; Kol 2:12-14; Luk 11:1-13

"Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes
kepada murid-muridnya."

Salah satu kewajiban kita sebagai umat beragama adalah berdoa, hidup
beriman atau beragama tanpa doa hambar adanya. Memang berdoa dengan
benar dan baik tidak mudah, apalagi pada masa kini kebanyakan orang
berdoa hanya hafalan kata-kata tanpa tahu isinya atau membaca teks doa
yang telah tersedia tanpa dicecap dalam-dalam. St.Ignatius dari Loyola
mengajarkan bahwa "Bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan
dana mencecap dalam-dalam kebenarannya itulah yang memperkenyang jiwa"
(LR no 2).  Ketika jiwa kenyang akan kebenaran-kebenaran yang
diwahyukan oleh Allah, maka mau tak mau orang akan hidup dan bertindak
sesuai dengan perintah dan kehendak Allah alias orang yang
bersangkutan hidup mesra bersama dengan Allah dalam situasi dan
kondisi apapun, dimana pun dan kapan pun. Tujuan atau sasaran berdoa
hemat saya agar kita yang berdoa hidup mesra dengan Allah, dan karena
Allah maha segalanya, maka kita akan dikuasai atau dirajainya. Marilah
kita renungkan ajaran Yesus perihal doa, sebagaimana diwartakan dalam
Warta Gembira hari ini.

"Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu;
datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang
secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun
mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah
membawa kami ke dalam pencobaan." (Luk 11:2-4)

Pada umumnya ketika berdoa kita senantiasa mengajukan
permohonan-permohonan kepada Tuhan Allah, dan apa yang dimohon apa
yang kita inginkan sesuai dengan selera pribadi, maka ketika
permohonan tidak dikabulkan kita frustrasi dan putus asa, tak mau
berdoa lagi. Isi doa permohonan yang benar adalah agar kita senantiasa
menguduskan Nama Allah serta dirajai oleh Allah. Menguduskan Nama
Allah berarti senantiasa bersembah sujud kepada Allah, maka kiranya
berarti sama dengan 'dirajai oleh Allah'. Kita semua adalah ciptaan
Allah dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai
saat ini juga merupakan anugerah Allah, dan dengan demikian tanpa
Allah kita tak mungkin hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Semoga
kita senantiasa dirajai atau dikuasai oleh Allah.

Dan ketika orang sungguh dirajai oleh Allah diharapkan cara hidup dan
cara bertindaknya dijiwai oleh kesederhanaan dan kasih pengampunan,
maka dalam berdoa hendaknya kita juga mohon kepada Allah agar hidup
sederhana serta saling mengampuni. Sederhana berarti tidak berlebihan
dan tidak banyak seluk-beluknya atau tidak berbelit-belit. Kami
berharap kita senantiasa berkata apa adanya alias jujur, 'to the
point'. Hidup sederhana juga berarti tidak menumpuk kekayaan, harta
benda atau uang berlebihan, sehingga orang lain berkekurangan. Kami
sering mendengar 'dana abadi' berupa uang atau harta benda, hemat saya
tidak ada uang atau harta benda yang abadi. Hal tersebut hemat saya
dilakukan oleh orang yang sungguh khawatir akan masa depan dan
bersikap mental materialistis atau duniawi.

Hidup saling mengampuni pada masa kini sungguh mendesak dan up to date
untuk dihayati dan disebarluaskan, mengingat dan mempertimbangkan
permusuhan dan tawuran, saling menghancurkan masih marak di sana-sini.
Sekali lagi marilah kita menyatukan diri dengan rekan-rekan umat
Islam, yang hari-hari ini masih dalam suasana mawas diri, yang
nantinya diakhiri atau dimahkotai dengan saling memaafkan dan
mengampuni di Hari Raya Idul Fitri, Hari Kemenangan. Kita semua, umat
beriman atau beragama, dipanggil untuk hidup dan bertindak saling
bermurah hati dan saling mengampuni. Bermurah hati berarti hatinya
dijual murah alias siapapun senantiasa diperhatikan, dan perhatiannya
menjadi nyata dalam kasih pengampunan, sebagaimana terjadi dalam diri
orang yang membebaskan hutang kepada mereka yang berhutang kepadanya.



"Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya,
akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan?"(Luk 11:11).
Kutipan ini kiranya mengingatkan kita semua akan Allah yang sangat
bermurah hati kepada kita, manusia yang lemah dan rapuh serta berdosa
ini. Kemurahan hatiNya telah menjadi nyata dengan kedatangan
Penyelamat Dunia. Kita semua dipanggil saling bermurah hati dengan
saling menyelamatkan dan membahagiakan satu sama lain. Marilah kita
berikan yang terbaik bagi saudara-saudari kita, memberi dari
kekurangan kita, bukan dari kelebihan kita.

"Dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu
turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah,
yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. Kamu juga, meskipun
dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara
lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia
mengampuni segala pelanggaran kita,dengan menghapuskan surat hutang,
yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan
itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib" (Kol 2:12-14)

Kutipan di atas ini kiranya secara khusus mengingatkan kita semua yang
telah dibaptis. Dibaptis bearti disucikan atau dimandikan sehingga
menjadi bersih atau suci, meninggalkan semua perbuatan dosa atau jahat
dan kemudian hidup dalam 'kuasa Allah'. Dibaptis berarti disisihkan
atau dipersembahkan sepenuhnya kepada Allah. Maka dengan ini kami
mengajak anda sekalian yang telah dibaptis untuk mawas diri: sejauh
mana kita setia pada janji baptis, yang kita ikhrarkan ketika sedang
dibaptis?

Hidup bersih atau suci kiranya bagaikan 'disalibkan', dimana kaki dan
tangan dipaku sehingga tak dapat bergerak seenaknya sendiri, demikian
juga kepala bermahkota duri sehingga tak dapat berpikir seenaknya.
Maka orang yang telah dibaptis diharapkan berpikir sebagaimana
dipikirkan oleh Allah sehingga kaki dan tangannya bergerak atau
berfungsi sesuai dengan kehendak Allah. Marilah rahmat baptis kita
hayati sesuai dengan panggilan kita masing-masing, maka dengan ini
saya sampaikan ajakan sederhana untuk mawas diri:

·      Sebagai suami-isteri kami harapkan setia pada janji perkawinan,
sehingga relasi antar suami dan isteri saling menyucikan atau
membersihkan, senantiasa menempatkan pasangan di depan mata tanpa
cacat atau kerut sedikitpun. Hendaknya masing-masing menghayati
pasangan hidupnya sebagai anugerah atau kado dari Allah.

·      Sebagai rohaniwan atau rohaniwati, imam, bruder dan suster,
kami harapkan senantiasa hidup dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga cara
hidup dan cara bertindaknya dijiwai oleh keutamaan-keutamaan " kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23)

·      Sebagai pekerja kami harapkan menghayati kerja bagaikan sedang
beribadat, sehingga rekan kerja bagaikan rekan ibadat, suasana kerja
bagaikan suasana ibadat, perawatan kerja bagaikan perawatan tempat
ibadat dst…

·      Sebagai pelajar atau mahasiswa kami harapkan tekun dan setia
dalam belajar, sehingga memiliki sikap mental belajar terus-menerus
sampai mati.

 "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu." (Kej 18:32),
demikian firman Allah atas permohonan Abraham. Marilah kita temukan
orang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur di lingkungan hidup dan
kerja kita, dan kemudian kita ajak untuk membangun hidup bersama yang
damai dan sejahtera, terbebaskan dari malapetaka.

"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para
allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu
yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena
setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala
sesuatu.Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau
menambahkan kekuatan dalam jiwaku." (Mzm 138:1-3)

Ign 28 Juli 2013

0 komentar: